Rabu, 14 Oktober 2009

Mediator

Menjadi mediator alias man in between itu kadang-kadang dilema, ya? Satu sisi, ia ingin menjadi bagian dari solusi, maka ia menjadi penghubung antara dua kepentingan. Menjadi penghubung bagi 2 pihak yang rawan berseteru ketika mereka berhubungan langsung.

Mediator itu butuh kerja dobel, dari berkomunikasi dengan si A, cari tau apa maunya, kemudian pindah kepada si B, minta dijelaskan apa maunya, mikir-mikir dulu, kira-kira baiknya gimana, terus bilang pada si A, gimana baiknya kalau begini? Si A sudah sepakat, gantian bicara pada si B, ternyata dia nggak setuju. Dia maunya begitu. Negosiasi, akhirnya begini direvisi jadi begitu. Pindah lagi ke si A, ternyata begitu kurang cocok dengan si A. Negosiasi lagi, hasilnya jadi beginu. Akhirnya dipertemukanlah si A dan si B, untuk membahas begini yang berubah menjadi begitu, yang kemudian berubah jadi beginu. Negosiasi lagi, kali ini cukup alot dan panas karena dua orang yang sudah menyimpan bara dari rumah dan membawanya ketika berangkat menuju pertemuan pleno ini, sehingga kena gesekan dengan benda lain sedikit saja, bara itu menyala menjadi api yang berkobar, hallah...XL(xtra lebay-red.) banget sih... Dan hasil akhir yang didapat adalah begiti. Akhirnya sang mediator mengoper kertas MoU dari si A kepada si B untuk ditandatangani sebagai tanda kesepakatan.

Kadang-kadang mediator harus rela juga menjadi korban pemukulan antar-keduanya, kalau di tengah perjalanan terjadi perseteruan. Niatnya melerai, malah kena gontok si A dan si-B.
Mediator juga harus pandai menjaga posisi netral-nya. Salah-salah dikit saja, sang mediator dianggap berat sebelah. Ujung-ujungnya si A dan si B menganggap kita musuh. Kan berabe tuh...

Jadi, kalau mau jadi mediator, siapkan hati, siapkan fisik, siapkan strategi, siapkan payung sebelum hujan, lho apa hubungannya? Yah...pokoknya siapin aja deh... siapa tau nanti di jalan hujan beneran...

Senin, 12 Oktober 2009

Satu Lagi Ilmu Berharga

Satu anugerah dari Allah yang kuterima hari ini, yaitu ilmu yang berjudul "Appreciative Inquiry". Ini merupakan satu metode yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja individu dalam sebuah kelompok, dengan menggunakan pendekatan yang humanis, peka terhadap kekuatan yang dimiliki tiap individunya. Inti dari kekuatan metode ini adalah:
  • meng-apresiasi atau menghargai nilai positif yang dimilki oleh setiap individu
  • mensyukuri apa yang telah kita peroleh saat ini, sehingga
  • kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari Allah atas rasa syukur kita dan kinerja kita bisa lebih optimal
Sering kita merasa kurang dengan keadaan kita sekarang. Ah...aku ini nggak bisa apa-apa, gajiku kecil, hutangku banyak, di sini punya masalah... di sana punya persoalan... dan lain sebagainya. Dan sadar ataupun tidak, kita lebih sering membagi cerita-cerita sedih kita pada orang lain dibandingkan cerita bahagia kita. Mungkin niat kita ingin merendah di hadapan orang lain, takut dikatakan sombong, sehingga pencapaian-pencapaian dalam hidup tidak kita publikasikan. Niatnya ingin menjadi orang yang humble, low profile, sehingga yang kita tampilkan adalah sisi dari diri kita yang biasa, cenderung negatif. Padahal, tanpa kita sadari hal-hal negatif yang kita bagikan bisa membuat aura di sekitar kita menjadi negatif pula. Kata-kata adalah do'a. Segala kisah yang keluar dari lisan kita, bisa jadi mengandung do'a, dan Allah adalah Maha Pemberi, termasuk memberikan apa yang menjadi harapan kita.

Coba bandingkan dengan ketika kita membagikan kisah-kisah pencapaian dalam hidup kita. Hal-hal positif yang baru saja kita dapatkan. Ketika kita terbangun dengan rasa syukur. Kondisi emosi yang menyertai kita pada saat berbagi kisah pada orang lain pasti positif pula. Emosi teman yang mendengarkan cerita kita pun ikut terpengaruh menjadi positif. Bayangkan jika dalam sehari kita bertemu dengan 5 orang di tempat yang berbeda, kita ceritakan hal-hal positif, dengan menyertakan emosi positif kita. Dengan demikian, kita telah membantu membangun emosi positif pada 5 orang. Jika lima orang yang baru saja bertemu dengan kita terbangun emosi positifnya, dan bertemu lagi dengan 5 orang lain, mereka akan menularkan emosi positifnya. Dengan demikian, dalam sehari emosi positif kita berdampak pada 25 orang lain. Jika ke-25 orang tersebut adalah teman satu kampus kita, rekan kerja kita, maka pada hari itu, ritme belajar atau ritme kerja positif telah terbangun dalam institusi atau perusahaan kita.

Jumat, 09 Oktober 2009

Tragedi Kopi Rasa Jeruk

Sore tadi aku silaturahim ke rumah teman. Niatnya ngumpul rame-rame. Sambil menunggu teman yang lain, aku mampir sebentar ke swalayan, membeli minuman instan. Kuambillah sekotak kopi instan rasa jeruk (judulnya unik, pengen coba, jadi kuambil deh...). Setelah sampai ke rumah temanku, dia bikinlah kopi yang kubeli itu. Kuminum...glek...glek...alhamdulillah...seger... Ada kopi rasa jeruk...enak juga...
Tapi, beberapa menit kemudian, o...ow...ada sesuatu yang tidak beres nih... Perutku mulai terasa melilit. Aku lupa... Penyakit maag yang bersarang di perutku mulai kumat nih. Asam lambung mulai bereaksi... lambung mulai terasa bak digerus gilingan beras... Walhasil, dalam perjalanan pulang sampai ke rumah, perutku mual dan beberapa kali muntah deh...
Ampuunnn.... Ya Allah... nggak lagi-lagi deh besok minum kopi... :(