Sore tadi aku bertemu dengan bapak pegawai di SMAku dulu. Pak Harsono namanya. Orangnya kecil, lincah geraknya, keras tawanya, cepat nada bicaranya, dan sudah lumayan banyak usianya. Kutebak mungkin sekarang sekitar 60-70 tahun. Istrinya juga mungil, mengingatkanku pada ibuku yang mungil juga. Beliau berjualan bakmoi di kantin sekolahku, yang hampir selalu kusantap tiap kali aku punya uang saku cukup. Salah satu alasanku suka makan di kantin Bu Harsono adalah aku suka memperhatikan cara beliau membuatkan bakmoi untuk anak-anak SMA, mengingatkanku pada ibuku yang dulu pernah jualan soto di depan rumah.
Mereka ini juga pasangan yang kompak. Si bapak ini sering membantu istrinya ketika jualan. Pernah suatu hari si ibu mengeluh lelah pada bapak, lalu bapak menyuruh ibu istirahat dan menggantikan jualan. Tapi, begitu ada anak yang mau beli bakmoi, si bapak tanya-tanya terus, "Bu, nasinya segini? Bu, bawang gorengnya mana ya?" akhirnya si ibu berdiri lagi deh...
Sore tadi aku bertemu dengan Pak Har di Jalan Parangtritis saat aku hendak pulang dari tempat fotokopi-an. Kali ini beliau berjalan kaki dan sendirian saja. Ternyata tempat fotokopi-an itu dekat dengan rumah beliau, hanya berjarak beberapa rumah. Aku sapa beliau, ternyata beliau masih mengenaliku.
"Mampir ke rumah saya, Mbak. Dekat kok. Itu di sebelah kantor pos."
"Iya, Pak. Terima kasih, lain kali aja. Kepingin juga ketemu sama Ibu. Sungkem buat Ibu ya, Pak."
"Wah, Ibu itu sudah ndak ada je. Sudah sejak gempa, selang satu minggu."
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un....aduh, Pak... Ngapunten... maaf, saya ndak tau kalau Ibu sudah ndak ada."
"Nggak apa-apa, Mbak. Setelah gempa itu, ibu terus sakit, livernya nggak kuat."
"Lha yang jualan di kantin sekarang siapa, Pak?" aku langsung teringat dengan bakmoi ibu.
"Mantu saya. Waktu saya tawari, mau nggak, menggantikan ibu jualan? Kalau mau, biar bapak tetap di sekolah, kalau nggak mau, ya biar bapak nggak kerja di sekolah lagi. Ternyata dia mau."
Alhamdulillah, ternyata menantu pak Har mau menggantikan ibu. Lega hatiku, karena bapak masih bisa bernostalgia dengan dengan tempat yang menyimpan banyak kenangan bersama ibu di sekolah.
Ah, Pak Har dan Bu Har. Aku tidak akan pernah melihat lagi kemesraan kalian di atas sepeda. Kemesraan yang hingga saat ini dan nanti akan tersimpan abadi di boncengan walaupun Ibu sudah tiada.
pictures are taken from here and here
1 comments:
ow.. ya...ya..ya..ya... ya.... gambare apik....
Posting Komentar